Thursday, September 24, 2015

Menghamba Kepada Donald Trump, Lah Iya kalo Menang...

Ribut-ribut soal Donald Trump, saya jadi inget lagi, suatu malam di awal tahun 2006 saya dalam perjalanan dari Singapura ke London, karena jarang naik business class maka malam-malam, saya sibuk ngak ngik ngak ngik naikin trus nurunin kursi lagi yang otomatis itu, naik lagi turun lagi, trus minta makan, trus minta minum, sesuka suka saya karena mikir bayar mahal-mahal ngapain kalo buat tidur doang, mending dinikmatin. Alhasil bapak-bapak yang disebelah saya juga jadi tak bisa tidur karena hampir tiap menit saya nyetel kursi, bunyinya nyitttt nyitttt naik turun, mungkin dipikir bapak itu, kampungan amat ni orang wkwkkwkw EGP.
Maka Bapak itu gak jadi tidur, diajaknyalah saya ngobrol sambil pesan minum juga, Beliau seorang pengusaha warga Negara Amerika tinggal di Manhattan, New York. Katanya dia biasa baca buku kalau dalam penerbangan, saya bilang kenapa gak baca buku sekarang, katanya tadi sudah di airport sambil nunggu pesawat , tapi bukunya nyebelin bikin mau muntah jadi disimpannya buku itu dan tak dilanjutkannya. Saya penasaran ini buku apa sih yang bisa bikin muntah, bukannya yang suka bikin muntah itu kalau lihat muka anggota DPR Indonesia ngabisin uang rakyat wwkwkkw. Maka dikeluarkannya buku itu, di buku itu terpampanglah wajah Donald Trump sedang berteriak (emang teriak meluluk kayaknya deh ni orang), katanya dari buku itu yang membuat ia kesal karena “He is so full of himself….” Gede Rumangsa……..

Pertemuan dengan Kompasianer Misterius

Yang jelas bukan yang cengengesan dua ini orangnya, tapi yang pake jam dipoto ini orangnya
Saya kalo naik pesawat deg-degan (apalagi kalo liat pilot mirip Leonardo Di Caprio di pelem catch me if you can) tapi sampe sekarang dah uzur belum ada ketemu pilot yang mirip gitu sih, jadi masi nyari wkwkwkkw kali aja sekali waktu ada. Saya itu deg-degannya sehabis jatuhnya 2 pesawat dari maskapai penerbangan yang paling sering kami sekeluarga pakai, itu saja. Untuk menenangkan saya maka kebiasaan saya jadinya kemana terbang minta doa teman-teman di FB, gak tau didoain apa nggak, tapi mudah-mudahan ya memang didoakan karena selamat selalu sampai sekarang, kalaupun nyemplung kemana-mana, paling tidak teman-teman tahu pesawat mana yang dinaikin emak ini kalo ada berita apa-apa, mudah-mudahan jangan.

Karena Kompasiana rumah tangga saya tenang

Lho koq bisa, ya bisa kalau di rumah saya sih.
Saya di Kompasiana sudah hampir 18 bulan. Mulai masuknya gegara baca cerita bersambung kolom fiksiana, terus saya yang gaptek baru tahu kalau bisa nulis juga, jadi anggota gak usah bayar pula, kalau gratis memang saya biasanya bungkus 2. Terus mulailah saya menulis gak jelas, karena memang tak ada bakat nulis, bakat ngegambar apa lagi (lah terus bakatnya apa donk wkwkwk). Ya bakatnya ribut dan cerewet, itu menurut versinya suami dan keluarga saya yang saya terima dengan tabah karena saya anggap angin lalu saja pandangan-pandangan negative, setelah belajar dari anggota DPR yang handal sekali dalam menganggap segala rupa hal sebagai angin lalu.

Simpan Foto atau Video Porno Akan Dipenjara Empat Tahun

Ini peraturan Kata siapa ?
Ya kata Rancangan Undang-undang pasal 473 dalam RUU KUHP yang disodorkan DPR, berbunyi:
"Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan produk pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V".
Tadinya sudah dihapuskan oleh MK sekarang mau dihidupkan lagi katanya. (Detik.com 17.9.2015)
--------------------
Pertama-tama gak kreatip amat tuh DPR gak bisa bikin rancangan baru apa, muter-muter disitu-situ aja, udah dihapuskan, dinaikin lagi, karena gak ada ide lain, soalnya kemungkinan memang tidak kompeten duduk merancang undang-undang, tidak bersentuhan dengan masyarakat umum tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat menjadi Undang-undang atau masa bodo amat apa yang menjadi aspirasi masyarakat, yang penting dapat uang sidang uang ini itu kalau merancang-rancang Ini mah bukan merancang tapi mendaur ulang, mendingan ke bantar gebang aja kalau soal daur mendaur, cari cara gimana mendaur ulang sampah bukannya mendaur ulang RUU.

Benarkah Kompasianer Ifani ternyata TIDAK anti Korupsi ?

Mengenai foto saya dengan GT telah diklarifikasi oleh Pakde Kartono sendiri. Pertemuan itu ada, ada foto dengan (yang katanya) GT yang keluar untuk sidang, menurut beliau lengkap surat-suratnya untuk persidangan hari itu (setelah tadi saya Tanya per telepon). 
Saya tidak mengetahui bahwa Pakde akan datang bersama yang katanya GT, yang datang bersama Pakde, Bude dan beberapa orang lain dengan 2 mobil. Pas Makan untuk lucu-lucuan Pakde melepas jamnya, diberikan pada yang katanya GT agar di selfie, karena pernah punya artikel soal jam Rolex. Oleh mba Vita Sinaga tanpa pretensi apa-apa menganggap lucu juga, dikirimnyalah foto itu kepada rekan – rekan Kompasianer dan akhirnya tiba disini disebarkan oleh siapa saya tidak tahu. Kenapa saya tertawa waktu difoto, karena Pakde dan Bude yang ada disana, yang difoto jamnya, dianya tidak, GT tidak dikenalkan sebagai GT, dianggapnya mungkin kami tahu, selewat katanya, ini client, tadi dari sidang langsung ke restoran (yang rame itu). Demikian, mereka pun pulang duluan. Bahwa kami kesana tidak ada maksud bertemu GT tetapi bertemu pakde Kartono dan Bude, kalau beliau datang dari pekerjaannya dan ada client dll yang kebetulan ikut, itu diluar tanggungan saya dan diluar sepengetahuan saya.

Pakde Kartono Munculkanlah Dirimu

Saya bisa berdiskusi dengan pakde Kartono di jalur lain dan bukan Kompasiana, dan telah saya lakukan. Mengapa nulis disini karena saya ingin diketahui pembaca bahwa kalau nanya-nanya “GT” yang dibawa Pakde kartono saat bertemu saya itu asli atau tidak, dll, ke beliau lah seharusnya ditujukan bukan ke saya. Contoh DNA nya si “GT” ini saya tidak punya, yang kenal dia siapa saya tidak tahu, tidak menunjukkan KTP masuk restoran.
Pakde Kartono sudah klarifikasi, masih dengan candaan yang menjadi ciri khasnya, mengatakan bahwa ngajak “GT” ketemu saya, karena saya mungkin ada peluang berbisnis dengan GT, dan diajak saja ketemu, saya ini tidak tau hal ini, tidak ada maksud berbisnis dengan GT atau siapapun saat itu di restaurant itu, bahkan tau pun tidak akan hadirnya orang yang dibilang sebagai GT ini. Saya telah meminta Pakde agar menyelesaikan candaannya tentang hal ini, dan saya diskusikan bahwa saya menjadi sasaran yang tidak senang seakan iya betul mau berbisnis, lah mana ada orang berbisnis kenalpun tidak.